Senin, 14 Juni 2010

Ibu Positif HIV Bisa Berikan ASI Eksklusif Pada Bayinya

Ibu yang telah didiagnosa positif HIV biasanya tidak mau memberikan ASI pada anaknya karena takut si bayi tertular virus tersebut. Tapi ibu yang memberikan ASI eksklusif pada bayinya justru bisa mencegah penularan tersebut.

Ibu yang mengidap HIV cenderung tidak ingin memiliki anak dan kalaupun punya anak tidak mau menyusuinya karena tidak ingin si anak tertular penyakitnya. Namun Badan kesehatan dunia (WHO) pada 1 Desember 2009 menyatakan bahwa ibu yang positif HIV bisa menyusui anaknya secara eksklusif.

"Ibu yang positif HIV bisa menyusui anaknya secara eksklusif asalkan si ibu mengonsumsi obat antiretroviral (ARV) sejak awal kehamilannya," ujar dr Henny Hendiyani Zainal seorang konselor AIMI.

Jika ibu yang positif HIV, maka sejak awal kehamilannya harus sudah mengonsumsi obat ARV agar virus yang ada dalam tubuh ibu tidak ditularkan pada anaknya. Hal ini berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap ibu yang positif HIV di Afrika Selatan.

"Didapatkan bayi yang mendapat ASI eksklusif menunjukkan hasil negatif terhadap virus HIV hingga bayi tersebut berusia 2 tahun dan tidak didapatkan penurunan daya tahan tubuh (imunitas) dari anak tersebut," ungkap dr Henny.

dr Henny menuturkan hal ini kemungkinan di dalam tubuh ibu yang positif HIV sudah terbentuk antibodi secara alami, sehingga antibodi inilah yang akan masuk ke tubuh si anak untuk melindunginya dari penyakit HIV.

Namun penelitian yang dilakukan di Afrika Selatan ini baru sebatas melihat efek jika bayi diberikan ASI eksklusif selama 6 bulan, dalam arti bayi tidak mendapatkan asupan lain selain air susu ibunya saja.

Untuk itu bagi ibu yang sudah dinyatakan positif tertular HIV tidak salahnya untuk memberikan ASI eksklusif pada sang buah hati, tapi dengan syarat si ibu tetap mengonsumsi obat ARV sejak masa kehamilannya.

''Penting, pengenalan masalah kesehatan reproduksi kepada remaja''

Sragen (Espos) - Masalah kesehatan reproduksi harus diperkenalkan sejak dini kepada para remaja. Pengenalan tersebut dilakukan dalam rangka mendukung upaya pengendalian laju pertumbuhan penduduk dan kualitas sumber daya manusia (SDM).

Kepala Bidang Keluarga Berencana pada Dinas Pemberdayan Keluarga Berencana dan Masyarakat (DPKBM) Sragen, Herry Susanto, mengatakan salah datu upaya pengenalan kesehatan reproduksi remaja ini telah dilakukan kepada siswa SMA dan SMK. Di antaranya dilakukan Juni lalu di Gedung Korpri Sragen. Kegiatan itu diikuti 200 siswa yang terdiri atas unsur pengurus OSIS, ketua kelas dan anggota Pramuka yang didampingi 20 guru BK.

”Kesehatan reproduksi remaja ini harus diperkenalkan kepada mereka sejak dini, untuk menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, serta membentuk perilaku yang positif. Perilaku positif ini dalam arti berpacaran yang biasa dilakukan oleh remaja adalah sebagai faktor pendorong untuk belajar,” kata dia kepada Espos, Rabu (11/7).

Tak hanya soal kesehatan reproduksi remaja ini, materi lain yang perlu perkenalkan adalah tentang bahaya HIV/AIDS dan Narkoba.

Menurutnya, ketiga persoalan ini belum masuk dalam kurikulum sekolah. Selain itu, ketiganya, khususnya kesehatan reproduksi ini masih tabu dibahas orangtua di dalam rumah/keluarga. Sehingga perlu dilakukan pengenalan untuk mengantisipasi persoalan di kemudian hari.
Sementara itu, dia mengatakan bahwa sosialisasi ini mendapat respons yang baik dari para remaja. Salah satunya ditunjukkan dengan banyaknya pertanyaan-pertanyaan seputar reproduksi, di antaranya aborsi, penyimpangan seks, HIV/AIDS dan sebagainya.
”Responsnya cukup baik. Banyak para remaja yang bertanya seputar aborsi, penyimpangan seks, HIV/AIDS dan sebagainya,” kata dia.